Seperti halnya suku-suku bangsa
lainnya di Indonesia ini, maka penghuni pertama di Nusa Tenggara Barat juga
berasal dari Asia Tenggara. Sebagian besar penduduk di Nusa Tenggara Barat
bertempat tinggal di pulau Lombok dan penduduk asli ini disebut suku bangsa
Sasak. Sedangkan penduduk asli di Pulau Sumbawa dibagi 2 golongan yaitu yang
mendiami Kabupaten Sumbawa disebut suku bangsa Sumbawa atau dikalangan rakyat
lebih dikenal dengan sebutan Samawa dan suku bangsa Bima (dikalangan penduduk
lebih terkenal dengan sebutan dou Mbojo)
yang mendiami kabupaten Bima dan Dompu yang dapat dibagi lagi menjadi penduduk
asli Donggo Timur berdiam dipegunungan Lambitu dan penduduk asli Donggo barat
mendiami daerah sekitar pegunungan Soromandi. Adapun penduduk pendatang berasal
dari Bali, Sulawesi selatan, Jawa, Kalimantan, Sumatera, Maluku dan Nusa
Tenggara Timur. Pendatang dari Sulawesi selatan, pada umumnay berdiam di daerah
pesisir baik di pulau Lombok maupun di pulau Sumbawa yang sebagian besar mereka
ini adalah pelaut dan pedagang. Percampuran antara penduduk asli dengan
pendatang di daerah ini telah berjalan sejak lama, sehingga terjadi percampuran
darah antara suku Sasak, Bali, Sumbawa, Bima, Sulawesi dan sebagainya sehingga
menciptakan penduduk Indonesia asli.
1.Pulau Lombok
Dari
berbagai sumber lisan dan tulisan (lontar dan babad), dapat kita ketahui
berbagai nama untuk pulau Lombok. Nama Lombok ini kita jumpai dalam
Negarakartagama (Decawanana). Dalam
lontar itu Lombok Mirah untuk Lombok
Barat dan Sasak Adi untuk Lombok Timur. Dari sumber lisan, pulau
ini dinamakan pulau Sasak, oleh karena Pulau ini
dizaman dulu ditumbuhi hutin belantara yang sangat rapat, merupakan dinding. Dari kata Seksek inilah timbul nama Sasak untuk pulau ini. Dr. C.H. Goris menguraikan arti kata sasak secara etimologis: Sasak adalah kata Sanskerta, yang berasal dari kata Sak = Pergi, Saka = Asal. Jadi orang Sasak adalah orang yang pergi dari negeri asal dengan memakai rakit sebagai kendaraan, pergi dari jawa dan mengumpul memaki rakit sebagai kendaraan, pergi dari Jawa dan mengumpul di Loombok. Pendapat Goris ini dibuktikan dengan silsilah para bangsawan, hasil sastra tertulis yang digubah dalam bahasa Jawa Madya dan berhuruf Jejawan (huruf sasak).
dizaman dulu ditumbuhi hutin belantara yang sangat rapat, merupakan dinding. Dari kata Seksek inilah timbul nama Sasak untuk pulau ini. Dr. C.H. Goris menguraikan arti kata sasak secara etimologis: Sasak adalah kata Sanskerta, yang berasal dari kata Sak = Pergi, Saka = Asal. Jadi orang Sasak adalah orang yang pergi dari negeri asal dengan memakai rakit sebagai kendaraan, pergi dari jawa dan mengumpul memaki rakit sebagai kendaraan, pergi dari Jawa dan mengumpul di Loombok. Pendapat Goris ini dibuktikan dengan silsilah para bangsawan, hasil sastra tertulis yang digubah dalam bahasa Jawa Madya dan berhuruf Jejawan (huruf sasak).
Masih
mengenai nama Sasak untuk nama Pulau Lombok ini kami kemukakan pendapat Dr. Van
Teeuw, yang mengatakan bahwa Sasak itu berasal dari keadaan penduduk asli Pulau
ini yang memaki kain Tembasaq (kain putih). Perulangan dari kata tembasaq
menjadi Saqsaq = sasak. Bagi kami
sendiri kemungkinan kata Sasak ini untuk nama pulau Lombok ialah dari nama
kerajaan yang pertama-tama ada di Lombok.
Kerajaan
Sasak menurut P. De Roo De La Faille berada di bagian barat daya dari Pulau
Lombok. Apakah Negara Sasak itu yang kemudian berkembang menjadi kerajaan Kedarao? Kalau Teeuw sendiri menduga
kerajaan Sasak itu terletak di bagian tenggara dari Pulau Lombok. Memang agak rumit mengikuti
pekembanan nama itu sebaba riwayat tertulis tidak ada.
Menurut
sebuah brosur yang ditulis oleh Kanda Ditjen Kebudayaan Provinsi Bali, bahwa di
Pujungan Tabanan Balai terdapat sebuah tongtong perunggu yang dikeramatkan
penduduk. Tongtong itu bertuliskan huruf kwadrat yang bunyinya : sasak dana prihan, sirih javanira. Katanya mengingatkan kemenangan
atas negeri sasak. Tongtong itu ditulis
setelah Anak Wungsu, jadi berarti kira-kira pada awal abad ke-12.
Dalam
babad Sangupati pulau Lombok
terekenal dengan nama Pulau Meneng (=sepi). Kemungkinan pulau Lombok di waktu itu
penduduknya masih jarang. Sampai akhir abad ke-19 nama pulau Lombok lebih
terkenal dengan nama Selaparang, menurut nama suatu kerajaan yang terletak di
Lombok Timur yang berkembang sampai pertengahan abad ke-14. Kerajaan ini semula
bernama Watu Parang, kemudian berubah
menjadi Selaparang (bahasa kawi: sela = batu, parang = karang).
Dalam suatu memori tentang
kedatangan Gajah Mada di Lombok, waktu itu pulau itu disebut dengan nama Selapawis (bahasa kawi: Sela = batu, pawis
= ditaklukkan). Selapawis = batu yang telah ditaklukkan.
Mengenai
nama Lombok masih kami uraikan berdasarkan babad Lombok. Dalam babad itu
disebutkan bahwa raja yang memerintah seluruh Pulau ini bernama Lombok dan
berkedudukan di sebuah teluk yang indah, yang tempat kedudukan itu dinamai
menurut nama Baginda ialah Lombok. Seluruh wilayah kekuasaannya juga disebut
Lombok. Pada masa itu selat Alas ramai dilayari oleh kapal dan perahu-perahu
yang singgah di pelabuhan itu untuk membongkar dan memuat barang-barang dan
mengisi air minum. Di Teluk itu sampai sekarang terdapat sumber mata air
beberapa buah banyaknya. Dalam sejarah VOC pertama kali diberitaka oleh Steven
van der Hagen pada tahun 1603, bahwa di Lombok terdapat banyak beras yang murah
dan hampir setiap hari diangkut ke Bali dengan sampan. Maka tidak mustahil
bahwa yang mempopulerkan nama Lombok ini adalah orang luar. Bagi penduduk asli
sendiri lebih popular untuk nama daerah mereka Gumi Sasak atau Gumi
Selaparang.
Kemudian
dari penemuan arkeologis dapat kita ketahui bahwa kira-kira pada akhir jaman
perunggu, enam abad yang lampau pulau Lombok bagian selatan telah dihuni oleh
sekelompok manusia yang kebudayaanya sama dengan penduduk di Vietnam Selatan.
Di Gua Tabon dan Gua Sasak di Pulau Pallawan (Filipina Tengah), Gilimanuk
(Bali), Malolo (Sumba). Tepatnya pemukiman itu ialah di Gunung Piring,
desaTrowai, kecamatan Pujut, Lombok Tengah.
Menurut
Drs. M.M Sukarto dan Prof. Solheim guru besar di Universitas Hawai, kebudayaan
mereka yang di Gunung piring itu termasuk ke dalam Shan Huyn Kalanny Pottery Tradition. Juga masih di Lombok Selatan
banyak terdapat menhir dan gua bekasa pemujaan dan pemukiman atau pekuburan
purba.
2.Pulau Sumbawa.
Mengetahui
keadaan pulau ini di jaman prasejarah lebih sulit dari Lombok. Dari berbagai
peninggalan sisa-sisa kebudayaan seperti kompleks sarkofaq di Aikrenung, desa
Batutering, kecamatan Moyo Hulu, Kabupaten Sumbawa, nekara di pulau sangiang,
kabupaten Bima, dan di Seran, kabupaten Sumbawa, kompleks lesung batu di Rora
Bima, chopper dan flaxes di sikrenung kabupaten Sumbawa
menunjukan bahwa pulau ini sejak lama telah dihuni oleh manusia yang mempunyai
kebudayaan yang tua seperti disebut diatas. Menurut para ahli antara suku
bangsa Bima dan suku bangsa Sumbawa pernah putus hubungannya berabad-abad
lamanya.
Sumbawa
barat pernah terkenal dengan nama pulau
nasi. Menurut dugaan mungkin daerah ini di jaman dulu pernah menghasilkan
padi yang banyak. Tetapi setelah abad ke-16 padi banyak didatangkan dari pulau
Lombok seperti pemberitaan De Roo. Dalam sebutan rakyat Sumbawa terkenal dengan
nama samawa. Penduduknya oun disebut tau samawa. Sedangkan Sumbawa Tengah
terkenal dengan nama Dompu. Sumbawa Timur terkenal dengan Mbojo. Kata Mbojo berasal dari kata babuju yaitu tanah yang ketinggian yang merupakan busut jantan yang agak besar, tempat
bersemayam raja-raja ketika dilantik dan di sumpah, yang terletak di Dara.
Mbojo juga terkenal dengan nama Bima menurut nama leluhur raja-raja Bima dan
Dompu yang pertama.