A. Potensi Pasar Cabe
Cabe
adalah salah satu komoditas pertanian yang banyak dikonsumsi oleh rumah tangga dan
aneka industri pangan di Indonesia. Semenjak dahulu hingga sekarang, cabe merupakan
salah satu komponen bumbu masakan yang terpenting, karena rasanya yang pedas
menggugah selera makan dan menambah rasa nikmat pada makanan. Masyarakat Indonesia
umumnya menyukai masakan rasa pedas, sehingga berbagai masakan tradisional
nusantara banyak menggunakan cabe. Cabe biasa diolah menjadi sambal dan
dihidangkan saat menikmati menu seperti; bakso, soto, siomay, bakmie, nasi
goreng dan aneka kuliner lainnya. Cabe juga biasa dikonsumsi dalam kondisi
segar teman bersantap hidangan makanan kecil seperti tahu, tempe, bakwan, mie, dan lain-lain.
Selain sebagai bumbu masakan, cabe juga telah banyak diolah sebagai bumbu instan seperti sambal instan, saos sambal, dan aneka produk camilan dengan bumbu pedas. Saat ini, telah banyak beredar di toko-toko atau supermarket produk-produk olahan cabe seperti; bumbu masakan instan, sambal, saos, cabe bubuk, aneka makan camilan bumbu pedas, dan lain-lain. Saat ini, cabe juga telah banyak digunakan dalam industri obat‐obatan atau jamu, misalnya koyo cabe. Penggunaan cabe yang semakin variatif menyebabkan permintaan cabe semakin meningkat dan masih seringkali harus mendatangkan dari negara lain dalam jumlah besar manakala pasokan tidak mencukupi permintaan dalam negeri.
Selain sebagai bumbu masakan, cabe juga telah banyak diolah sebagai bumbu instan seperti sambal instan, saos sambal, dan aneka produk camilan dengan bumbu pedas. Saat ini, telah banyak beredar di toko-toko atau supermarket produk-produk olahan cabe seperti; bumbu masakan instan, sambal, saos, cabe bubuk, aneka makan camilan bumbu pedas, dan lain-lain. Saat ini, cabe juga telah banyak digunakan dalam industri obat‐obatan atau jamu, misalnya koyo cabe. Penggunaan cabe yang semakin variatif menyebabkan permintaan cabe semakin meningkat dan masih seringkali harus mendatangkan dari negara lain dalam jumlah besar manakala pasokan tidak mencukupi permintaan dalam negeri.
Permintaan produk cabe yang cukup tinggi dan pangsa pasar sangat luas baik
di dalam negeri maupun luar negeri, sehingga dapat dikatakan bahwa cabe
merupakan komoditas unggulan yang bernilai ekonomis tinggi. Permintaan pasar
produk cabe dalam negeri dan luar negeri dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Oleh karena itu, harus diimbangi dengan upaya peningkatan produksi
dan stabilisasi harga cabe. Gagal panen sering kali menjadi penyebab menurunnya
tingkat produksi dan pasokan cabe di pasaran. Berkurangnya pasokan cabe di
pasaran memicu naiknya harga cabe. Tingginya permintaan produk cabe baik dalam
negeri maupun pasar internasional merupakan peluang usaha yang cukup menarik
untuk berinvenstasi budidaya cabe. Dalam perdagangan ekspor cabe dijual dalam
bentuk segar, kering, pasta, giling dan saos.
Cabe
merupakan salah satu komoditas pertanian yang harganya seringkali mengalami
fluktuasi. Saat panen raya, harga cabe bisa sangat rendah, sebaliknya pada saat
pasokan menurun, maka harga cabe bisa melambung sangat tinggi. Meskipun
demikian banyak petani yang tetap optimis untuk bertanam cabe karena pangsa
pasar-nya besar dan sewaktu-waktu harganya melambung, para petani dapat meraup
laba berlipat. Namun, saat harga cabe segar sangat tinggi banyak konsumen yang
mengeluhkan, sehingga konsumen cabe berusaha mencari produk alternatif seperti
lada, cabe bubuk, atau dengan mengurangi konsumsi cabe. Untuk membantu daya
beli konsumen, biasanya pemerintah melakukan kebijakan impor cabe untuk
menetralisir permintaan dan menurunkan harga menuju titi normal.
Pada bulan Januari 2011, harga
cabe mengalami kenaikan yang cukup fantastis
dimana harga cabe rawit merah mencapai angka tertinggi Rp.120.000,- /
Kg, cabe keriting mencapai harga Rp.60.000,- / Kg di pasaran. Kemudian pada
bulan Februari 2011, harga berangsur-angsur turun menjadi; cabe rawit merah
Rp.80.000,- di pasaran, dan Rp.60.000,- harga petani. Sedangkan harga cabe keriting Rp.30.000,- di pasaran, dan Rp.
25.000,- di tingkat petani. Kemudian pada bulan berikutnya harga cabe turun
lagi menjadi; cabe keriting merah di pasaran Rp.20.000,- / Kg dan Rp.15.000,- /
Kg di tingkat petani.
Harga cabe
umumnya meningkat pada saat musim penghujan, karena pada saat musim tersebut
jumlah produksi dan kualitas menurun akibat meningkatnya serangan hama dan
penyakit, kejadian bencana yang menyebabkan gagal panen seperti banjir atau
gunung meletus, dan lain-lain. Kenaikan jumlah permintaan dan harga cabe juga
sering terjadi menjelang hari-hari raya keagamaan seperti misalnya Hari Raya
Idul Fitri, Bulan puasa, Lebaran, Natal dan Tahun Baru. Harga cabe seringkali
mengalami fluktuasi tidak menentu sehingga membuat para petani mengalami
kerugian pada saat harga turun dan meraup untung besar pada saat harga naik
berlipat.
B. Mengenal Tanaman Cabe
Cabe
(Capsicum sp.) merupakan tanaman perdu dari famili terong‐terongan (solanaceae) yang sudah
dikenal semenjak dahulu sebagai bumbu masakan. Awalnya tanaman cabe masih
merupakan tanaman liar di hutan-hutan. Beberapa referensi menyebutkan bahwa cabe
berasal dari Amerika Selatan, tepatnya di Bolivia, kemudian tanaman cabe
menyebar hingga ke Amerika Tengah dan akhirnya menyebar ke seluruh dunia.
Cabe
yang tersebar ke seluruh dunia, dalam perkembangannya mengalami perubahan, baik
bentuk, rasa, maupun warna yang disebabkan oleh proses adaptasi terhadap
lingkungan dimana tanaman tersebut dibudidayakan yang dipengaruhi oleh iklim
dan kondisi lingkungan lainnya. Selain disebabkan oleh proses alamiah tersebut,
perkembangan perubahan tanaman cabe juga dilakukan oleh manusia yang dilakukan
melalui proses pemuliaan tanaman sehingga dihasilkan berbagai varietas tanaman
dengan berbagai keunggulan. Saat ini telah banyak muncul berbagai macam jenis
cabe hibrida yang merupakan cabe hasil penggabungan dua tanaman induk yang
memiliki sifat dan penampilan lebih baik dibandingkan dengan kedua induknya.
Cabe hibrida yang banyak dibudidayakan saat ini antara lain adalah; cabe besar,
cabe keriting, dan cabe rawit. Perbedaan pada masing-masing jenis cabe tersebut
adalah pada panjang, diameter buah, bentuk permukaan rata atau bergelombang.
Saat ini, budidaya tanaman cabe telah mengalami perkembangan
yang sangat pesat. Teknik budidaya sudah mampu menghasilkan produksi yang
optimal dengan perawatan yang intensif yaitu dilakukan pemupukan secara teratur
dan tepat, pemakaian mulsa, pemberian hormon atau zat perangsang tumbuh,
pengendalian hama dan penyakit secara efektif, sistem pengairan yang teratur,
penanaman dengan menggunakan polybag, penaman di lahan basah seperti sawah atau
tegalan, penanaman dalam green house atau rumah kaca dan lain sebagainya.
C. Jenis‐jenis cabe
Tanaman
cabe adalah termasuk family solanaceae (terong-terongan). Tanaman cabe banyak
ragam tipe pertumbuhan dan bentuk buahnya. Diperkirakan terdapat 20 spesies
yang sebagian besar hidup di negara asalnya. Jenis tanaman cabe yang umumnya
banyak dibudidayakan adalah cabe besar, cabe keriting, (Capsicum annum), cabe rawit (Capsicum
frutescens). Dan masing-masing jenis tersebut juga memiliki banyak variasi
merupakan hasil pemuliaan dari galur murni. Berdasarkan sistem taksonomi, tanaman
cabe diklasifikasikan ke dalam:
Tanaman
cabe merupakan tanaman perdu yang memiliki kayu, bercabang dan tumbuh tegak.
Tanaman ini memiliki akar tunggang dan akar serabut, memiliki daun berwarna
hijau muda atau hijau tua bergantung jenisnya. Tanaman ini mampu mencapai
tinggi 120 cm. tanaman cabe memiliki bunga lengkap yang terdiri dari kelopak
bunga, mahkota bunga, benangsari, dan putik. Bunga cabe merupakan bunga
berkelamin ganda karena benangsari dan putik terdapat dalam satu tangkai bunga.
Bunga cabe keluar dari ketiak daun. Bunga tersebut akan berkembang menjadi buah
cabe. Buah cabe memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda sesuai dengan
jenisnya. Cabe rawit memiliki ukuran lebih kecil, tapi rasanya lebih pedas.
Cabe besar ukurannya lebih besar permukaannya lebih halus. Sedangkan cabe
keriting memiliki ukuran panjang dan permukaannya bergelombang. Saat ini telah
banyak benih cabe hibrida yang beredar di pasaran dengan nama varietas yang
beraneka ragam dengan berbagai keunggulan yang dimiliki.
a. Cabe Rawit
Cabe Rawit (Capsicum
frutescens ) dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Hot pepper
atau bird's eye chili pepper; dalam bahasa Melayu dikenal dengan nama
Cili padi, lada merah, lada mira; dalam bahasa Thailand disebut Phrik kheenuu;
dalam bahasa China disebut La jiao, ye la zi;
dalam bahasa Jepang disebut Kidachi tougarashi.
Tanaman cabe rawit memiliki
morfologi; daun tunggal, agak bulat dan melebar, ujung meruncing, pangkal
menyempit, tepi rata, pertulangan menyirip, jumlah percabangan banyak, tinggi
tanaman 50-120 cm, batangnya berbuku-buku, bertangkai, letak berselingan,
panjang 5-9,5 cm, lebar 1,5-5,5 cm, berwarna hijau. Bunga keluar dari ketiak
daun, mahkota bentuk bintang, bunga tunggal, berwarna putih, putih kehijauan,
atau ungu. Buahnya cabe rawit tegak, kadang-kadang merunduk, berbentuk bulat
telur, lurus atau bengkok, ujung meruncing, panjang 1-5 cm, bertangkai panjang,
dan rasanya pedas. Buah muda berwarna hijau tua, putih kehijauan, atau putih,
buah yang masak berwarna merah. Cabe rawit memiliki ukuran yang lebih kecil
dibandingkan dengan cabe keriting atau cabe merah besar, namun lebih pedas.
Memiliki jumlah biji yang banyak,
berbentuk bulat pipih, berdiameter 2-2,5 mm, berwarna kekuningan.

Cabe rawit yang umumnya
dibudidayakan oleh para petani di Indonesia terdiri dari jenis lokal/biasa dan
jenis hibrida / hasil rekayasa pemuliaan. Beberapa jenis cabe rawit lokal yang
banyak dikenal di Indonesia
antara lain adalah; 1). Cabe rawit kecil / cabe jemprit; buahnya kecil dan
pendek, lebih pedas; 2). Cabe rawit putih / cabe domba; buahnya lebih besar
dari cabe jemprit, warna putih kekuningan; 3). Cabe rawit celepik; buahnya
lebih besar dari pada cabe jemprit dan lebih kecil dari cabe domba, rasanya
kurang pedas dibandingkan cabe rawit jemprit, waktu muda berwarna hijau setelah
masak berwarna merah cerah. Sedangkan jenis cabe rawit hibrida memiliki ukuran
tanaman yang lebih tinggi dan ukuran buah yang lebih besar, dan tingkat
produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan cabe rawit biasa. Saat ini,
sudah banyak dijual benih bibit cabe hibrida yang diproduksi oleh pabrikan yang
dapat diperoleh di toko-toko pertanian.
b. Cabe
Keriting
Cabe
keriting adalah jenis cabe merah yang merupukan cabe hibrida sering
dibudidayakan oleh para petani karena cabe keriting memiliki keunggulan;
produktifitasnya tinggi dan waktu panennya lebih cepat. Selain itu, tanaman
cabe keriting juga memiliki adaptasi pertumbuhan yang cukup bagus baik di
dataran tinggi maupun dataran rendah serta relatif tahan penyakit. Produksinya
yang tinggi dan waktu panennya lebih cepat kurang lebih 75-120 hari sudah bisa
panen. Buah cabe merah keriting antara lain bentuk buahnya memanjang, dan
mengeriting dan bagian ujungnya meruncing, rasanya pedas, biji yang dihasilkan relatif
banyak. Buah yang masih muda berwarna hijau, lalu coklat, setelah masak menjadi
merah tua.
Para petani menyukai bertanam
cabe keriting, karena harga jual cabe keriting relatif lebih tinggi dan relatif
stabil pada kondisi normal, dibandingkan dengan cabe besar, namun masih kalah
dengan harga jual cabe rawit. Selain itu permintaan pasar terhadap cabe
keriting juga relatif stabil. Beberapa jenis cabe keriting yang
sering dibudidayakan oleh para petani: TM 999, TM 888, Sudra, CTH-01, dll
c. Cabe Besar
Cabe besar
adalah jenis cabe merah yang merupakan salah satu jenis cabe hibrida yang
sangat diminati oleh para petani untuk dibudidayakan, karena memiliki nilai
ekonomis tinggi. Tanamannya produktif dan cukup memiliki pasar yang luas. Cabe
besar memiliki ukuran yang relatif lebih besar dibandingkan dengan cabe
keriting, dan permukaannya lebih halus tidak bergelombang. Cabe besar memiliki
tingkat kepedesan yang lebih rendah dibandingkan dengan cabe rawit dan
keriting. Di pasaran terdapat beberapa benih cabe besar produksi pabrikan yang
dapat dibeli di toko-toko pertanian. Kita dapat memilih jenis cabe yang sesuai
dengan kondisi lahan, iklim dan permintaan pasar. Beberapa jenis cabe besar antara lain: Red Hot, Big sun, comando, dll
D. Syarat Tumbuh Tanaman
Cabe
Tanaman
cabe merupakan tanaman yang memiliki kemampuan adaptasi yang cukup baik,
sehingga mudah tumbuh dengan baik di berbagai lahan seperti daerah persawahan,
tegalan, dataran tinggi / pegunungan, daerah kering, daerah pantai.
Pengusahaannya juga dapat dilakukan pada musim kemarau, musim hujan maupun
rendengan. Untuk mendapatkan produksi yang maksimal, maka kita perlu
memperhatikan beberapa faktor syarat pertumbuhan cabe optimum diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Jenis Tanah
Tanaman
cabe pada umumnya memiliki pertumbuhan yang baik pada tanah yang memiliki
banyak bahan organik, bertekstur remah, gembur tidak terlalu liat, tidak terlalu porus dan tidak becek,
bebas hama cacing (nematoda) dan penyakit tular tanah.
b. Derajat Keasaman (pH)
Tanaman cabe dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH
5.5 - 6.8 dan pH optimum 6,0-6,5. Tanah dengan
derajat keasaman yang tinggi ( < pH 5.5) dapat diperbaiki dengan cara
pengapuran, sehingga pH-nya naik mendekati pH optimum. Sedangkan pada kondisi
tanah dengan pH tinggi / basa, maka dapat dilakukan
dengan penambahan belerang (S).
c. A i r
Air merupakan senyawa yang sangat
penting bagi pertumbuhan tanaman. Air berfungsi sebagai pelarut dan pengangkut
unsur hara ke organ tanaman. Air sangat dibutuhkan dalam proses fotosintesis
dan proses respirasi (pernafasan) tanaman. Kekurangan air akan menyebabkan
tanaman kurus, kerdil, layu dan akhirnya mati. Sebaliknya kelebihan air dapat
menyebabkan kerusakan pada perakaran tanaman, disebabkan kurangnya udara pada
tanah yang tergenang.
d. I k l i m
Faktor
iklim juga merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan dalam budi
daya cabe. Faktor iklim tersebut meliputi: angin, curah hujan, cahaya matahari,
suhu dan kelembaban. Pengetahuan tentang iklim sangat penting dalam
usaha agrobisnis. Iklim mempengaruhi jenis tanaman yang sesuai untuk
dibudidayakan pada suatu kawasan, penjadwalan budidaya pertanian, dan teknik
budidaya yang dilakukan petani. Perubahan iklim mikro, sangat berpengaruh
terhadap tanaman cabe. Tanaman cabe akan tumbuh optimal pada iklim dengan curah hujan berkisar 1.500‐2.500 mm per tahun dengan distribusi merata, suhu udara 16‐32°C. Hujan yang terlalu deras
dapat mengakibatkan bunga banyak yang rontok dan gagal mengalami penyerbukan.
Tanaman
cabe memerlukan kelembaban relatif 80% dan sirkulasi udara yang lancar. Curah hujan
yang tinggi akan meningkatkan kelembaban sekitar pertanaman. Suhu dan
kelembaban yang tinggi akan meningkatkan intensitas serangan bakteri
Pseudomonas solanacearum penyebab layu akar serta merangsang perkembangbiakan
cendawan dan bakteri. Untuk mengurangi kelembaban yang tinggi jarak tanam
diperlebar dengan sistem tanam segitiga (zigzag) dan gulma-gulma dibersihkan.
Penyinaran
matahari sangat penting untuk pertumbuhan tanaman. Intensitas cahaya yang cukup
dibutuhkan untuk fotosintesis, pembentukan bunga, pembentukan buah dan
pemasakan buah. Suhu untuk perkecambahan benih paling baik antara 25-30 ˚C.
Suhu optimal untuk pertumbuhan adalah 24-28˚C . Pada suhu <15 atau="atau" span="span" style="mso-spacerun: yes;"> >32 ˚C, buah yang dihasilkan kurang baik,
suhu yang terlalu dingin menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat, pembentukan
bunga kurang sempurna, dan pemasakan buah lebih lama. Lamanya penyinaran (foto
periodisitas) yang dibutuhkan tanaman cabe antara 10-12 jam/hari,
E.Teknik Budidaya Tanaman
Cabe
1. Pemilihan Lahan
Lokasi yang tepat menentukan
keberhasilan budidaya tanaman cabe. Oleh karena itu, sebelum melakukan budidaya
tanaman cabe perlu dilakukan analisis pemilihan lahan secara tepat baik secara
teknis maupun kelayakan ekonomis. Secara umum, cabe dapat tumbuh di dataran
rendah maupun dataran tinggi hingga mencapai ketinggian 2.000 meter di atas
permukaan air laut.
2. Pengolahan Tanah
Tanah sebagai media tumbuh tanaman cabe, sebelum ditanami
harus diolah terlebih dahulu. Pengolahan tanah bertujuan mengubah struktur
tanah menjadi gembur sesuai untuk perkembangan akar tanaman, menstabilkan
peredaran air, peredaran udara dan suhu di dalam tanah. Tahapan-tahapan
pengolahan tanah dilakukan dengan tata cara sebagai berikut :
a. Pembersihkan
gulma.
Sisa-sisa tanaman
atau perakaran dari gulma atau tanaman sebelumnya harus dibersihkan terlebih
dahulu. Selain itu, lahan juga harus dibersihkan dari sampah-sampah plastik,
kaleng, dan lain-lain.
b. Pembajakan
atau pencangkulan.
Pembajakan atau
pencangkulan dilakukan kurang lebih sedalam 40 - 60 cm, kemudian
diangin-anginkan selama 7 - 10 hari. Sebelum dibajak
lahan digenangi air sehari semalam agar tanah menjadi lunak.
c. Pengeplotan
bedengan.
Untuk membuat
bedengan, maka lahan diplot terlebih
dahulu dengan menggunakan benang ditarik memanjang ukuran 9-13 m, lebar 100 -
120 cm. Sedangkan tingginya 30 - 40 cm (penanaman pada musim kemarau), 50-70 cm (untuk musim hujan atau lahan persawahan), lebar
parit 40-50 cm (musim kemarau), dan 60-70 cm (penanaman pada musim hujan). Lahan
yang memiliki curah hujan tinggi diusahakan memiliki sistem drainase yang baik,
oleh karena itu parit dibuat lebih lebar sehingga tanah tidak mudah becek. Air
yang menggenang menyebabkan penyakit busuk akar dan berbagai penyakit lainnya
yang dapat menyebabkan menurunkan produktifitas tanaman.
d. Pemupukan
Dan Pengapuran.
Pemupukan dengan
pupuk kandang (kotoran ayam, domba, kambing, sapi atau kompos) yang telah
matang sebanyak 1,0 - 1,5 kg/tanaman. Pada tanah dengan pH rendah < 5.5
(masam), dilakukan penambahan kapur pertanian sebanyak 100 - 125 gram/tanaman.
Selain pupuk kandang, dilakukan pula pemupukan kimia per bedengan 13 meter
diperlukan kurang lebih 4 kg, yang terdiri atas perbandingan 3 ZA : 1 Urea : 2
TSP : 1,5 KCL. Tiap 100 kg pupuk campuran tersebut ditambahkan 1 kg Borate dan
1,5 kg Furadan.
e. Pengadukan.
Pengadukan atau
pencampuran tanah, pupuk kandang, pupuk kimia dan kapur pertanian hingga merata
sambil dibalik-balik, kemudian dibiarkan diangin-anginkan selama kurang lebih
1-2 minggu. Pengadukan dapat menggunakan alat sederhana yaitu cangkul.
f. Pembuatan Bedengan
Setelah dilakukan pengadukan pupuk dan kapur,
langkah selanjutnya adalah membuat bedengan sesuai plot dengan tinggi kurang
lebih 30-40 cm pada lahan kering, 50-70 cm pada lahan basah seperti persawahan.
Antar bedengan dibuatkan parit untuk drainase.
3. Pemasangan Mulsa
Penggunaan mulsa plastik hitam
perak (MPHP) pada sistem pertanian adalah merupakan upaya perbaikan teknik
budidaya secara intensif sehingga dihasilkan panen yang lebih optimal. Mulsa
plastik berfungsi untuk mengendalikan penguapan air, mempertahankan suhu,
kelembaban tanah, kandungan bahan organik, mengurangi jumlah dan kecepatan
aliran permukaan, meningkatkan penyerapan air dan mengendalikan pertumbuhan
gulma.
4. Pembuatan Lubang
Tanam
Bedengan
yang telah ditutup mulsa dibiarkan selama 7-10 hari agar unsur hara dengan
pupuk bereaksi dan segera dapat diserap tanaman. Sehari sebelum penanaman,
lubang tanam harus sudah dipersiapkan dengan ukuran diameter kurang lebih 10
cm. Jarak antar tanaman kurang lebih 60 x 60 cm atau 70 x 70 cm.
5. Persemaian Benih
Dalam
usaha budidaya cabe, salah satu faktor yang menentukan hasil panen yang
maksimal adalah tersedianya bibit yang berkualitas. Oleh karena itu penting
sekali mengetahui dan memilih bibit yang berkualitas. Teknik penyemaian biji
cabe dapat dilakukan dengan menggunakan kotak persemaian, kantung plastik atau
kantung dari daun kelapa, enau, pisang dll.
Langkah awal dalam proses pembibitan cabe adalah benih yang sudah siap
direndam air hangat terlebih dahulu kurang lebih 30 menit, kemudian direndam
sehari semalam dalam larutan perangsang akar.
Benih yang mengapung setelah direndam harus dibuang, karena benih tersebut
pertumbuhannya tidak akan maksimal. Kemudian benih yang layak semai dibungkus
dengan kain basah dan dibiarkan sehari semalam lagi. Keesokan harinya benih
disemaikan di media semai yang sebelumnya telah disiapkan. Media semai yang
digunakan berupa tanah gembur yang dicampur pupuk kandang yang sudah matang
dengan perbandingan 1:1, ditambahkan pupuk NPK. Masukan media persemaian ke
dalam plastik berdiameter 3 cm, tingginya kurang lebih 5 cm, kemudian basahi
media tanam dengan larutan perangsang akar hingga lembab. Selanjutnya, semaikan
benih satu per satu ke plastik kecil tersebut. Jika menggunakan kotak
persemaian, maka benih yang telah siap dapat langsung ditebarkan secara merata
pada kotak persemaian tersebut yang telah diisi dengan media tanam berupa tanah
dan pupuk kandang.
6. Penanaman
Setelah
umur bibit di persemaian 17-21 hari, bibit sudah dapat dipindahkan ke lahan,
pemindahan sebaiknya dilakukan pagi-pagi sebelum terik matahari atau sore hari.
Jarak tanam dapat bervariasi 60 x 50 cm, 60 x 70 cm atau 70 x 70 cm, hal ini
tergantung tingkat kesuburan tanah dan varietas yang digunakan. Bentuk
pertanaman sebaiknya dengan sistem tanam segitiga (zig zag). Waktu tanam
yang paling baik adalah pagi atau sore hari, dan bibit cabe telah berumur 20-25
hari atau berdaun 3 - 4 helai.
7. Pemasangan Ajir / Lanjaran
Cabe
hibrida umumnya berbuah lebat, sehingga untuk menopang pertumbuhan tanaman agar
kuat dan kokoh serta tidak rebah maka diperlukan tiang lanjaran. Tiang lanjaran
yang biasa digunakan adalah dengan menggunakan bambu yang dibelah. Lanjaran
atau ajir harus dipasang sedini mungkin, yaitu dimulai pada saat tanam atau
maksimal 1 (satu) bulan setelah penanaman.
8. Penyulaman
Bibit
atau tanaman muda yang mati atau terserang penyakit harus diganti atau disulam.
Bibit sulaman yang baik diambil dari tanaman yang sehat dan tepat waktu (umur
bibit) untuk penanaman. Penyulaman dilakukan pada minggu pertama atau
selambat-lambatnya minggu kedua. Sebaiknya penyulaman dilakukan pagi atau sore
hari.
9. Pemupukan Susulan
Pemupukan
susulan kedua dan ketiga masing-masing 30% pupuk buatan diberikan pada umur 30
dan 60 hari setelah tanam melalui lubang yang dibuat antar tanaman.
10. Perempelan
Perempelan
bertujuan untuk meningkatkan dan memperbaiki kualitas produksi. Bagian yang
dirempel yaitu tunas samping, yang keluar di ketiak daun pada saat tanaman
berumur 10-20 hari. Perempelan
dilakukan 2-3 kali sampai terbentuk percabangan utama yang ditandai dengan
munculnya bunga pertama, sekitar umur 18-22 hari setelah tanam untuk dataran
rendah, dan 25-30 hari setelah tanam untuk dataran tinggi.
11. Pengairan /
Penyiraman
Pengairan
harus senantiasa diperhatikan, karena air merupakan faktor vital bagi tanaman
cabe. Penyiraman yang paling banyak (2 hari sekali) yaitu, pada fase vegetatif
< 40 HST (hari setelah tanam). Sistem pengairan dapat dengan menggunakan
selang yang dimasukkan ke mulsa plastik melalui lubang tanaman, hingga posisi
selang air tepat di tengah-tengah tempat tanaman cabe.
12. Penyiangan Gulma
Gulma atau tanaman pengganggu
harus senantiasi dibersihkan dari semenjak masa tanam hingga masa panen.
Penyiangan terhadap gulma atau tanaman pengganggu harus dilakukan secara rutin
misal seminggu sekali. Gulma merupakan menjadi pesaing tanaman cabe untuk mendapatkan
unsur hara, air, maupun sinar matahari. Kalau tidak dilakukan
penyiangan/pembersihan gulma secara rutin maka akan mudah menjadi sarang hama
maupun penyakit.
13. Pemasangan Tali Penyangga
Setelah
tanaman tumbuh menjadi besar dan mulai berbunga, maka dibuatkan tali penyangga
tanaman antar bedengan. Tali diikatkan pada tiang ajir tingginya disesuaikan
tinggi tanaman yang fungsinya agar tanaman lebih teratur dan memudahkan ketika
melakukan pemanenan.
14. Panen
Panen dapat dilakukan secara
manual yaitu dengan pemetikan, hasilnya ditampung dengan menggunakan ember. Cabe
yang busuk atau terserang penyakit dipisahkan.
SUMBER : agrotekno.net