BOGOR. Serangan hama wereng pada tanaman padi akhir-akhir ini semakin
meningkat. Di beberapa wilayah di Jawa seperti Banyumas, Probolinggo
dan Ponorogo, hama wereng telah merusak puluhan bahkan ratusan hektar
sawah petani. Produksi sawah yang tadinya 6.2 ton/ha, sekarang hanya
mampu mendapai 5.4 ton/ha. Petani terancam rugi, ketersediaan pangan
nasional pun terancam berkurang.
Wereng adalah sebutan umum untuk serangga penghisap cairan tumbuhan.
Ukuran tubuhnya kecil. Terdapat beberapa jenis hama wereng, beberapa
diantaranya antara lain wereng hijau dan coklat. Karena hanya bisa
hidup dengan menghisap cairan tumbuhan, wereng menjadi hama penting
dalam budidaya tanaman, selain sebagai pemakan langsung, wereng juga
menjadi vektor bagi penularan sejumlah penyakit tumbuhan dari kelompok
virus.
Wereng memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap kondisi
lingkungannya. Bahkan, suatu jenis wereng mampu menghasilkan keturunan
yang tahan terhadap kondisi tertentu.
Penggunaan satu jenis varietas secara terus menerus bisa menjadi
salah satu faktor penyebab ledakan hama wereng. Untuk itu, pergiliran
tanaman dan varietas perlu dilakukan untuk memutus rantai hidup wereng.
Selain itu, penjarangan pada jarak tanam juga mampu mengurangi serangan
hama wereng.
Dalam melakukan kegiatan pertanian keseimbangan ekosistem dan rantai
makanan harus terjaga. Keberadaan predator alami wereng seperti
laba-laba, kumbang, kepik permukaan air, dan belalan bertanduk panjang
akan mampu mengendalikan polpulasi hama wereng. Untuk itu, kita perlu
menjaga tempat hidup dari para predator tersebut yang biasanya hidup
dalam semak dan beberapa tanaman gulma. Jika pengendalian kultur teknis
serta pengendalian secara biologi tersebut tidak mampu mengatasi
serangan hama, maka kita bisa melakukan pengendalian secara mekanis
yaitu dengan menggunakan perangkap lampu di malam hari.
Susan
Lusiana, Penanggung Jawab Pusdiklat Pertanian Berkelanjutan Serikat
Petani Indonesia (SPI) menyebutkan bahwa alternatif terakhir ketika
serangan hama sudah melebihi ambang batas ekonomi adalah dengan
melakukan pengendalian dengan penggunaan pestisida alami.
“Pestisida alami bersifat mengurangi serangan hama, bukan untuk
membunuh hama. Oleh karenanya penggunaan pestisida alami tidak akan
mematikan predator alami dari hama tersebut. Cara kerjanya adalah
mengusir hama dengan bau tertentu ataupun dengan menghilangkan nafsu
makan hama,” ungkap Susan.
“Untuk mencegah hama wereng, bahan yang sering digunakan adalah biji
mahoni atau biji atau daun sirsak. Di dalam bahan ini terdapat repellent (penolak serangga) dan antifeedant (penghambat nafsu makan),” tambah Susan.
Berikut ini beberapa tips dari Susan mengenai pembuatan pestisida alami dari daun sirsak:
Untuk membuat pestisida alami dari daun sirsak diperlukan daun sirsak
sebanyak 1 genggam, rimpang jeringau sebanyak 1 genggam, bawang putih
20 siung, sabun colek 20 gr dan air sebanyak 20 liter. Daun sirsak
berfungsi sebagai penghamabat nafsu makan serangga, sedangkan jeringau
dan bawang putih berfungsi untuk pengusir serangga dengan baunya yang
khas. Bawang putih juga mengandung alisin yang akan membantu pertumbuhan
jaringan yang rusak. Sementara itu sabun colek berfungsi sebagai
perekat ketika larutan disemprotkan.
Cara pembuatan: Daun sirsak, rimpang jeringau, dan
bawang putih ditumbuk sampai halus, kemudian dicampur dengan sabun
colek. Campuran tersebut kemudian direndam dalam air 20 liter selama dua
hari. Larutan selanjutnya disaing dengan kain halus dan siap
diaplikasikan. Setiap 1 liter air saringan diencerkan dalam 15 liter
air, kemudian disemprotkan merata ke bagian bawah tanaman padi.
Cara lainnya yakni menggunakan biji dan daun sirsak
yang sudah dicincang halus sebanyak 250 gram, dicampur dengan mikroba
(efektif mikroorganisme) sebanyak 50 ml, tetes gula sebanyak 50 ml,
dicampur dengan 1 liter air. Keseluruhan bahan dimasukan ke dalam drum
plastik, tutup drum rapat-rapat dan simpan ke dalam ruangan yang hangat
(20-35 derajat celcius) dan tidak terkena sinar matahari langsung. Aduk
secara teratur dengan cara menggoyangkan ember dan tutup drum dibuka
sebentar untuk membebaskan gas. Fermentasi akan mulai dan gas akan
dibebaskan dalam 2-5 hari. Lalu masukkan ekstrak yang dihasilkan ke
dalam botol plastik setelah disaring. Penggunaan Ekstrak dapat dilakukan
dengan disiramkan ke tanah atau tanaman secara merata dalam bentuk
larutan dengan dosis 5-10 cc/liter air. Penyemprotan pada tanaman yang
dilakukan setelah pertumbuhan tunas, secara kontinyu sebelum hama atau
penyakit muncul, penyemprotan dilakukan sore atau pagi hari, di waktu
angin tidak bertiup kencang atau setelah hujan.#